Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

“Pentas Boom, maju satu-satu damai sama-sama”



Terdapat kepentingan politik dua arah, bagi perupa (terutama ada ruang yang dapat diisi dengan lukisan agar wakil rakyat dapat mengamati lukisan).



Dari aspek sosiologi, “memperhatikan pinggiran“ jika gamang untuk menyatakan orang mudik terbentuknya ruang komunikasi dan lingkaran (perlunya seniman dalam pembangunan). Bagi perupa Jambi, inilah saatnya memberikan apresiasi seni lukis kepada penentu pembangunan daerah tidak hanya fisik, tentu nilai rasa estetik, melihat kreativitas dan menghormati para praktisi seni. Ini merupakan langkah awal mengidentifikasi diri (melacak identitas) perjuangan seni rupa di Jambi.

Sebuah pameran seni lukis yang dapat kita “curigai” sebagai bertendensi politis, sosiologis dalam konteks seni lukis Jambi di Gedung DPRD Provinsi Jambi pada 19–30 Januari 2006 bertajuk “Pentas Boom, maju satu-satu damai sama-sama” tempat penyelenggaraan di DPRD Provinsi Jambi (Nampaknya dapat dijadikan indikator untuk “mencurigai” tradisinya).

Gedung DPRD yang seharusnya merupakan tempat sidang paripurna sebagai etalase elite politik wakil rakyat Jambi, bisa menghadirkan seniman perupa di ruang itu. Berarti seniman sudah menyampaikan ungkapan hati lewat lukisan. Semestinya, dapat dijadikan parameter ikhwal ‘mutu' dan ‘kesenian' ketika seni lukis dilihat anggota DPRD.

Melalui Himpunan Seni Rupawan Indonesia (HSRI) Jambi yang gigih merekrut kawan, ditambah sanggar Tanah Pilih Jambi dan Studio Tajam sebagai studio mereka bekerja.Tak lepas dari Taman Budaya Jambi (TBJ) para seniman dibekali keterampilan dan ilmu pengetahuan modern. Bakat mereka dikembangkan, agar berdiri sendiri.Jafar Rassuh dapat dianggap peletak dasar filosuf seni rupa di TBJ yang memiliki andil besar dalam menggulirkan perubahan seni rupa Jambi. Pameran kali ini mungkin merupakan yang istimewa yang dibuka H. Zurman Manaf (Ketua DPRD Provinsi Jambi) dan anggota DPRD lainnya dan Wakil Gubernur Antony Z. A. juga berkat usungan Sakti Alam Watir yang sangat peduli dengan perupa mengamalkan seni lukis.

Apakah melalui pameran ini muncul tawaran yang dapat memancing perenungan terhadap gejolak yang terjadi di masyarakat dan kebudayaan Jambi? Apakah pameran ini lebih jauh dapat digunakan untuk memahami keragaman dan bagaimana semua bisa terpancing menanggapi dan menjadikan ini sebagai aset mempromosikan daerah?

Mempertimbangkan tradisi (Jambi ) untuk apa? “Maju satu-satu damai sama-sama” pada poin boom lukisan. Tentu saja menarik untuk didiskusikan, setidaknya dengan pertanyaan awal; untuk apa? Bagi saya pameran ini penting jika dijadikan titik untuk dibicarakan, seni rupa di Jambi dalam konteks kebudayaan. Bagaimana proses transformasi dari seni rupa di Jambi menjadi ke-Indonesia-an. Apakah para perupa dan karya–karya mereka dalam pameran menunjukkan pemahaman dan penafsiran baru? Atau ini interpretasi kritis tentang kebudayaan yang ada di Jambi.

Untuk kepentingan itulah (mencoba menjawab sejumlah pertanyaan di atas), pameran semestinya menggali secara total kemungkinan potensi yang tersembunyi. Kemungkinan terkait seni rupa Jambi. Sudah semestinya dalam ruang pameran dapat dijadikan solusi, hingga memberikan dukungan untuk generasi terbaru masa kini. Sekaligus hadir sebagai fakta mental dan fakta sosial. Selain itu, dapat dijadikan pintu masuk memahami ke-Jambi-an dan ke-Indonesia-an. Dengan kata lain, itulah bagian dari potret riwayat seni rupa Jambi yang dapat dianyam dengan pemaknaan yang kritis.

Di Jambi memasuki babak baru adalah keniscayaan. Komunikasi yang semakin mudah dilakukan. Hubungan antara perupa terjalin bagus dengan anggota DPRD di Kota Jambi. Kami perupa yang di topeng TBJ dan Galeri Dwira yang mempunyai ruang panjang menjadi organisator dalam sejumlah peristiwa di pameran maupun diskusi.

Akhirnya, perkara apa, siapa, mengapa, bagaimana perupa Jambi; posisinya, perkembangan, dalam kontelasi seni rupa Indonesia hanya bisa dijawab oleh, pertama para seniman perupa sendiri (berapa jauh dan kesungguhan berkreasi, memediasikan karya-karya perupa itu sendiri). Kedua, para pengamat, kritikus, peneliti (berapa jauh dan kesungguhan bekerja dalam kapasitas mereka. Ketiga, para patron, pendukung sponsor (seberapa jauh peranan mereka memberikan dukungan untuk melakukan investasi budaya jangka panjang). Keempat, adalah kemampuan berbagai pihak itu untuk membangun sinergi kerja sama yang kompak.

Perupa dan karya seni rupa Jambi, ini sebuah persoalan terminologi atau identitas? Siapakah sesungguhnya yang dimaksud sebagai perupa Jambi? Mereka yang lahir di Jambi? atau mereka yang pernah tinggal atau bersekolah di Jambi? Atau mereka yang mengolah karya tema-tema ke-Jambi-an? Pertanyaan itu juga terkait dengan produk karya-karya mereka? Adakah atau seperti apakah karya seni rupa Jambi?

Deretan pertanyaan itu penting dikemukakan, karena menyangkut persoalan identitas. Artinya, apakah memang penting dan perlu identitas “Perupa Jambi“ itu, kecuali sekadar diperlukan untuk identifikasi asal-asul. Sebab, lebih dari asal-usul. Pertanyaan tentang apakah karya seni rupa Jambi, menjadi penting untuk dilacak jawabannya. Mengapa? Karena sesungguhnya asal-usul, tempat tinggal, setting sosial, setting kultural, dan pengaruh, membawa dampak perubahan dalam corak karya-karya perupa di Jambi.

Melihat dan memahami Jambi dari Indonesia. Persoalan semacam itu dapat terjadi dan berlaku di mana saja, setiap daerah di Indonesia. Pokok dari persoalan itu adalah sebuah persoalan identitas. Seiring dengan irama zaman yang terus bergulir, maka perubahan menjadi keniscayaan. Karena itu, identitas baru menjadi godaan dan terus menghadang tuk segera diraih. Dalam kondisi itu, bukan tak mungkin yang terjadi adalah kebimbangan, lingkungan, bahkan mungkin kehilangan orientasi.

Bagaimana karya terjadi proses pergeseran, misal bagaimana karya-karya dari para perupa yang mengawali denyut kreativitas di Jambi dan tetap tinggal di Jambi. Dari generasi MS Hadi (1963-1978) Sabri Jamal (1978-1981), Aly Umar SMSR (1986-1990) deretan HSRI Jambi Jafar Rassuh, Suherman MS, Hadi Iriatno, Budi Veterante, Fauzi Z (1990-Sekarang ) dan Sanypas Sana Sumardi DS, sanggar seni rupa Tanah Pilih Jambi, belum lagi kelompok-kelompok seni yang lain. Di era tahun 2003- menunjukkan denyut kreativitas yang terus bergerak dan berubah, baik dari aspek tema-gaya, corak, dan tekniknya.

Dari sederetan anak-anak muda sekarang yang pameran yang berlangsung di DPRD Provinsi Jambi semakin nyata meluas eksplorasinya. Pameran bertajuk point boom, maju satu-satu damai sama-sama berupaya mewujudkan ambisi menampilkan sejumlah potensi perupa Jambi saat ini. Pameran ini dapat dijadikan titik pajak mendiskusikan tentang Jambi dan menuju pameran se-Sumatera di Provinsi Jambi. Peristiwa ini menarik dikaitkan dengan realitas, di Jambi jemput bola untuk diperhatikan. Dalam konstelasi wacana seni rupa Jambi kurang memperoleh perhatian ruang ekspose memadai. Hal itu menggambarkan, di suatu sisi kehidupan seni rupa di Jambi sesungguhnya menunjukkan wujud yang dinamis, sementara di sisi lain denyut kehidupan itu nyaris tak pernah diperhitungkan.

0 komentar:

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Terima Kasih telah berkunjung & comentnya