Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Hari Ibu



Editor : By Anak Pesisir

Ibuku ibumu ibu kita adalah insan yang selalu berbuat, bertindak, bersedih dan bergembira buat kita. Tak ada detik yang luput, tak ada jari yang diam, tak ada kaki yang tak melangkah, tak ada otak yang tak berpikir, tak ada mata yang tak melihat, tak ada hati yang tak berdegup, tak ada telinga yang tak mendengar, tak ada hidung yang tak mencium, tak ada lidah tang tak mengecap, semuanya hanya tertuju buatmu buatku dan buat kita.



Ibuku ibumu ibu kita adalah insan yang selalu dekat dan menyayangi anak-anak mereka. Ibu tidak lain adalah insan yang selalu mengemong anaknya untuk menjadi manusia yang berguna di atas permukaan bumi dan di yaumil akhir kelak. Ibu adalah insan yang sungguh luar biasa pengorbanannya buat anak-anaknya, malahan buat suami tersayang dan tercintanya. Ibu adalah manusia tegar, bagaikan karang di dalam laut, tak pernah mau menyerah demi kelangsungan hidup anak-anaknya. Ibu semoga Ilahi memperuntukan surga buatmu.

Tahukah engkau! Ibuku ibumu ibu kita berjuang melawan maut di kala ia mau mengeluarkan kita melalui rahimnya. Tetesan keringat, jeritan pilu antara hidup dan mati diharunginya, demi kau aku dan kita untuk bisa menikmati hidup di dunia fana ini. Sadarkah kau dikala kita sudah terpancar dari rahimnya, ia pun lalu tersenyum aduhai, sehingga hilang segala kepedihan dan keperihan yang sedang dirasakannya. Tahukah kau, tiada lain semuanya adalah karena kau aku dan kita sudah dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Sudah didengarnya suara tangismu, aku kau dan kita menangis sedangkan ibu kita tersenyum penuh kebahagiaan.Amboi ibuku sayang.

Tahukah kau di kala kita baru berumur bilangan hari sampai bilangan minggu, bila seekor nyamuk singgah untuk mencoba darahmu, ia akan memburu nyamuk itu sampai tak kembali lagi, malahan dibunuhnya sehingga tidak lagi mengganggumu aku dan kita. Sadarkah kau betapa hati ibu kita, perjuangannya untuk menjaga kita siang dan malam. Tapi di tengah malam yang buta itu kita masih sempat juga menambah perjuangan panjang sang ibu dengan tangis, kencing dan mengisap puting susunya.

Tahukah dan sadarkah kau, di kala ibu kita sedang makan dengan penuh kenikmatan, maka kita menangis lagi, kita terkencing lagi, kita berak lagi. Tapi tanpa merasa jijik, jejap sedikit pun, ibu kita langsung berlari mendekati kita, lalu tanpa dipaksa dan terpaksa ibu kita membuang berak kuning yang menumpuk di dalam popok kita. Ia cuci, ia lap berak kita sampai bersih kemudian ia kenakan lagi popok kita. Lalu ibuku ibumu ibu kita makan lagi, padahal sisa-sisa berak dan kencingmu, berak dan kencingku berak dan kencing kita atau baunya masih melekat di jari jemarinya, namun ia tetap juga meneruskan makannya dengan lahap, demi untuk tetapnya air susunya mengalir untukku, untukmu dan untuk kita. Duhai betapa kasih dan sayangnya ibu kita kepada kita..

Tahukah kau di kala pagi masih dingin, kau sudah diantar ibumu ke sekolah, bukan dengan sepeda, apa lagi dengan toyota, tapi dengan berjalan kaki. Kau dan ibumu melewati pematang sawah. Sewaktu melewati jalan yang becek, kau aku dan kita digendongnya, demi menjaga baju dan sepatu sekolah kita. Anehnya kau masih meronta dan membentak ibu kita. Namun ibu kita masih diam malahan tersenyum, seolah-olah bentakanmu itu adalah nyanyian kutilang di pagi hari. Amboi mulia nian hatimu ibuku.

Tahukah kau bahwa ibumu setiap pagi memandikanmu, memasakkan makanan buatmu buatku buat kita. Tapi kau masih juga memperlihatkan ketidaksukaanmu kepada masakan ibu kita yang sudah dimasaknya dalam keadaan mata mengantuk, dalam situasi baru bangun pagi. Perutnya sendiri belum berisi, tapi dia mendahulukan perutmu perutku perut kita. Namun kita masih tidak juga menghargainya sepenuh hati segenap jiwa.

Tahukah kau di kala ibumu ibuku ibu kita sakit. Ia meminta air segelas dan mohon diurut-urut tangan dan tubuhnya yang sudah mulai keriput karena terpaksa bekerja setiap saat. Betapa pengharapan tulus, betapa keinginan nan meronta di dalam qalbunya supaya aku kau dan kita melaksanakan permohonannya. Tapi di kala itu ibuku ibumu ibu kita tidak mendapatkan keinginannya. Cuma kau aku dan kita mengtakan kata luka “aku capek mak, aku ngantuk bu, aku mau pergi main bola mama, aku harus buat PR ibu”. Namun ibuku ibumu dan ibu kita masih tersenyum dan menyuruh kita mengerjakan apa yang sudah kita katakan kepadanya. Duhai betapa kita tidak punya rasa nan bisa menyenangkan ibu kita.

Tahukah kau di kala ibu kita datang dari desa untuk mngunjungi kita dikala kita sudah sukses dalam hidup. Ia ingin berdampingan dengan kita. Ia ingin memakan sesuap nasi hasil usaha kita. Ia ingin memakai baju pemberian kita. Tapi kau aku dan kita memperlihatkan muka tak senang, hati tak sayang kepada ibuku ibumu ibu kita. Lalu ia kembali ke desa dengan hati nan entah bagaimana. Tapi kasih sayangnya tak putus jua kepada kita. Ia masih tetap bangga dengan anaknya yang durhaka kepada dirinya. Ia masih jua mendoakan kita supaya tetap diberkahi Ilahi hidup kita.

Sadarkah kau di kala ibu kita minta tolong kepada kita untuk membelikan minyak tanah sebotol ke warung tetangga yang jaraknya hanya dua ratus meter dari rumah kita, lalu kau membentak ibumu, hanya disebabkan kau sedang asyik bermain bola atau bermain karet di halaman rumah tetangga. Amboi, betapa durhakanya kau pada ibumu yang sudah berkorban untukmu yang tak terhitung nilainya

Tahukah dan sadarkah kau wahai sang aku sang kau sang kita, di kala ibumu sudah pergi. Di kala ibumu sudah berpindah ke alam lain, kaupun tinggal untuk selamanya dan entah akan ketemu atau tidak lagi dengan ibu kita. Pada saat itu rindu nan dalam, kasih nan tak sampai, sayang nan tak akan bisa berlabuh lagi, datang meronta dan malahan merobek-robek qalbu. Ingin dan ingin lagi bertemu dengan ibu. Ingin lagi merasakan kasih sayangnya, belaiannya, kerinduannya kepada kita. Tapi apa lacur dia sudah tiada, dia sudah pergi tuk selamanya. Namun rindu ini mau diapakan. Rasa yang selalu mengepak-ngepak di dada mau diredakan dengan apa. Duhai bundaku sayang, tenanglah engkau di dalam sana.

Tahukah kau bahwa kau adalah insan yang durhaka kepada ibumu. Sebab di kala dia tidak ada lagi di dunia ini. Kau masih berleha-leha. Kau masih menenteng dan ingin menguasai dunia tanpa hirau dengan ibumu yang terbaring di dalam kuburnya. Mengapa kau tidak mendoakannya. Mengapa robbigh firli waliwalidayya warham huma kama robbayani saghira tidak kau ucapkan setiap kau selesai mengerjakan shalat lima waktu. Atau kau tak hirau dengan ibumu sehingga kau tidak mendoakannya setelah selesai shalat, atau kau tidak shalat sama sekali. Duhai betapa kejamnya kau sebagai manusia, sebagai seorang anak sehingga kau biarkan ibumu dalam keadaan dahaga dan menjerit pedih dan pilu mohon pertolongan darimu yang masih bisa menggerakkan bibir, lidah dan hatimu.

Tahukah kau lukamu lukaku luka kita tidak seberapa bila dibandingkan dengan kasih sayang yang disemai ibuku ibumu ibu kita kepada kita. Dari tak tahu kita dijadikannya tahu. Dari tak berdaya kita dijadikannya berdaya. Segala apa yang ia punya, tanpa sungkan dan berbasa-basi ia berikan kepada kita. Semuanya tidak lain ujud dan maksudnya adalah untuk kesenangan, untuk kebahagiaan kita. Kini haruskah semuanya itu kita lupakan, seperti batu yang dilemparkan ke dalam lautan. Mari pada hari ini kita merenung dalam kealfaan yang panjang. Mari hari ini kita pertanyakan kepada diri kita sebagai seorang anak, haruskah semuanya begini, haruskah kita diam dan bungkam tanpa suara dan kata. Mari kita sadarkan diri kita, sehingga kita mampu dan dengan senang hati mendoakan ibu kita. Semoga Ilahi memberikan petunjuk buatmu, buatku buat kita.

Ibu benar-benar insan yang tidak ternilai harga dan jasanya. Ia selalu berbuat untuk anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan tanpa pamrih. Tak ada hari-harinya yang sepi dari pekerjaan. Sebab semua detik di hari-hari itu dilimpahkannya semata-mata buat anandanya yang tersayang.

Ibu betul-betul insan yang harus dihormati, insan yang bekerja tak pernah jenuh, tak pernah mengeluh, tak pernah resah dan gelisah, malahan tak pernah pamrih. Kegelisahan ibu, keresahan sang mama tidak ada, kecuali kalau ia belum mampu mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Namun demikian, apapun daya, apapun upaya akan dilakukan sang ibu demi memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Sungguh luar biasa apa yang sudah dilakukan oleh sang ibu buat anak-anak mereka, sehingga ibu tak kenal siang, tak tahu malam demi untuk anak kandung si biran tulang. Aduhai bunda, betapa suci hati dan perjuanganmu.

Pada bulan ini, pada tanggal 22 Desember ini adalah Hari Ibu. Hari nan perlu untuk merenung tentang ibu. Hari yang kita jadikan sebagai tonggak untuk menanamkan rasa dan kesadaran, cinta dan kasih sayang, rindu dan kangen-kangenan. Sehingga untuk masa selanjutnya, maka hari-hari ini bersama ibu kita akan selalu tercipta keharmonisan. Tak ada hari tanpa saling menumpahkan rasa sayang, rasa kasih antara ibu dengan anak-anaknya, antara ibu dengan suaminya dan begitu juga sebaliknya. Betapa damainya, betapa indahnya, betapa bahagianya, betapa eloknya hari-hari yang dilalui, bila rasa kasih,rasa sayang di atas sebuah rumah tetap terjaga dan bersemi sepanjang hari. Mengasyikan nian. Duhai ibu ciptakan kasih, berikan sayang, dan lumurkan kedamaian, serta taburlah senyum setiap detik di atas rumah kita.

Pada hari ibu ini mari merenung kembali, mari bertanya kembali, mari meninjau hati masing-masing. Sudahkah kita saling menyayangi. Sudahkah kita saling mengasihi. Sudahkah kita saling hidup rukun di atas rumah sendiri. Ibu, engkau adalah insan dambaan untuk penyejuk hati, untuk pelindung duka, untuk pembasmi luka, untuk pengusir lara. Sebab kau hanya terlahir buat aku ibu.

Pada hari ibu ini tak ada gunanya senyum yang ditebar, tak ada gunanya kasih sayang yang mekar, tak ada gunanya kebahagiaan yang dipertontonkan, kalau semuanya hanya sebagai hal-hal semu belaka. Ciptakanlah suasana kasih yang tak terbatas, untailah rindu yang tak bertepi, tebarlah rasa sayang yang tak berujung, taburlah keharmonisan yang tak berjangka. Di Penghujung semuanya ini insyaallah akan kita tuai kebahagiaan yang abadi, sehingga batasnya hanya di kala kita sudah dipanggil oleh malaikatulmaut, di kala sudah masuk liang lahat. Betapa indahnya rumah tangga, betapa sahdunya hidup di dunia, jika semuanya itu merealita. Mari kita ciptakan bersama hidup yang bermakna dan penuh rasa kasih dan sayang demi kemaslahatan hidup yang tidak fana ini.

Ibu… Terima kasih kau sudah menyimpanku di dalam rahimmu.

Ibu… terimalah sembahku, sebab kau sudah melahirkanku ke dunia ini.

Ibu… tak ada duka bila aku berada di pangkuanmu.

Ibu… luka dan bisa merayap menyelinap pergi entah kemana di kala aku dalam

lumuran senyummu.

Ibu … kau tebar kasih, kau jala sayang, kau lapun senyum semuanya buatku

Ibu… aku tak akan pernah mengucapkan selamat jalan padamu sebab kau harus

selalu ada di dalam qalbuku.

Ibu … aku selalu berlayar di dalam senyummu, senyum yang tak ada duanya

Ibu… aku ada karena kau ada

Ibu …aku sayang padamu

0 komentar:

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Terima Kasih telah berkunjung & comentnya